BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Teori belajar sibernetik merupakan teori
belajar yang relatif baru di bandingkan dengan teori-teori belajar yang sudah
dibahas sebelumnya. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi
dan ilmu informasi. Hakekat manajemen pembelajaran berdasarkan teori belajar
sibernetik adalah usaha guru untuk membantu siswa mencapai tujuan belajarnya
secara efektif dengan cara memfungsikan unsur-unsur kognisi siswa, terutama
unsur pikiran untuk memahami stimulus dari luar melalui proses pengolahan
informasi.
“Teaching as organising students
activity” berikut pernyataan Ramsden (dalam Arqam: 2010). Pernyataan
ini adalah satu di antara 3 konsep teori mengajar dan praktik mengajar yang
diyakini, bahwa mengajar pada dasarnya mengorganisasikan kegiatan peserta didik
dalam melakukan serangkaian aktifitas yang melahirkan pengalaman belajar.
Mengajar dipandang sebagai proses supervisi dengan sejumlah teknik tertentu
sehingga peserta didik dapat belajar dengan optimal seperti yang diharapkan.
Secara eksistensial, persoalan
pendidikan dan manusia bagaikan hubungan antara jiwa dan raga manusia. Jika
jiwa berpotensi menggerakan raga manusia, maka kehidupan manusiapun digerakan
oleh pendidikan ke arah pencapaian tujuan akhir.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian belajar menurut aliran sibernetik?
2.
Bagaimanakah pendapat para tokoh tentang aliran sibernetik?
3.
Bagaimana aplikasi aliran sibernetik dalam suatu pembelajaran?
4.
Apakah kelebihan dan kelemahan aliran sibernetik?
5.
Bagaimana perbandingan antara aliran sibernetik, behavioristik, kognitif,
dan humanistik?
6.
Apa saja model pembelajaran yang sesuai dengan aliran sibernetik?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui pengertian belajar menurut aliran sibernetik.
2.
Mengetahui pendapat para tokoh mengenai aliran sibernetik.
3.
Mengetahui aplikasi aliran sibernetik dalam pembelajaran.
4.
Mengetahui kelebihan dan kelemahan aliran sibernetik.
5.
Mengetahui perbandingan antara aliran sibernetik, behavioristik, kognitif,
dan humanistik.
6.
Mengetahui model-model pembelajaran yang sesuai dengan aliran sibernetik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Belajar
Menurut Aliran Sibernetik
Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru
dibandingkan dengan teori-teori belajar yang sudah dibahas sebelumnya. Teori
ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi.
Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Seolah-olah
teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses
belajar daripada hasil belajar. Proses belajar memang penting dalam teori
sibernetik, namun yang lebih penting lagi adalah sistem informasi yang diproses
yang akan dipelajari siswa (Budiningsih, 2008: 81).
Asumsi lain dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses
belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa.
Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi. Sebuah informasi
mungkin akan dipelajari oleh seorang siswa dengan satu macam proses belajar,
dan informasi yang sama mungkin akan dipelajari siswa lain melalui proses
belajar yang berbeda.
Hakekat manajemen pembelajaran berdasarkan teori belajar sibernetik adalah
usaha guru untuk membantu siswa mencapai tujuan belajarnya secara efektif
dengan cara memfungsikan unsur-unsur kognisi siswa, terutama unsur pikiran
untuk memahami stimulus dari luar melalui proses pengolahan informasi. Proses
pengolahan informasi adalah sebuah pendekatan dalam belajar yang mengutamakan
berfungsinya memory. Model proses pengolahan informasi memandang
memori manusia seperti komputer yang mengambil atau mendapatkan informasi,
mengelola dan mengubahnya dalam bentuk dan isi, kemudian menyimpannya dan
menampilkan kembali informasi pada saat dibutuhkan.
Dalam upaya menjelaskan bagaimana suatu informasi (pesan pengajaran)
diterima, disandi, disimpan, dan dimunculkan kembali dari ingatan serta
dimanfaatkan jika diperlukan, telah dikembangkan sejumlah teori dan model
pemrosesan informasi oleh Snowman (1986); Baine (1986); dan Tennyson (1989).
Teori-teori tersebut umumnya berpijak pada asumsi:
1. Bahwa antara stimulus dan respon terdapat
suatu seri tahapan pemrosesan informasi dimana pada masing-masing tahapan
dibutuhkan waktu tertentu.
2. Stimulus yang diproses melalui
tahapan-tahapan tadi akan mengalami perubahan bentuk ataupun isinya.
3. Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas
yang terbatas (Budiningsih, 2005: 82)
dari ketiga asumsi tersebut, dikembangkan
teori tentang komponen struktural dan pengatur alur pemrosesan informasi
(proses kontrol) antara lain:
a.
Sensory Receptor (SR)
Sensory Receptor (SR) merupakan sel tempat
pertama kali informasi diterima dari luar. Didalam SR informasi ditangkap dalam
bentuk asli, informasi hanya dapat bertahan dalam waktu yang sangat singkat,
dan informasi tadi mudah terganggu atau berganti.
b.
Working Memory (WM)
Working Memory(WM) diasumsikan mampu
menangkap informasi yang diberikan perhatian (attention) oleh individu.
Pemberian perhatian ini dipengaruhi oleh peran persepsi. Karakter WM adalah
bahwa:
1)
Ia memiliki kapasitas yang terbatas, lebih kurang 7 slots. Informasi
didalamnya hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik apabila tanpa
pengulangan.
2)
Informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya.
c.
Long Term Memory (LTM)
Long Term Memory (LTM) diasumsikan: 1)
berisi semua pengetahuan yang telah dimiliki oleh individu, 2) mempunyai
kapasitas tidak terbatas, dan 3) bahwa sekali informasi disimpan dalam LTM ia
tidak akan pernah terhapus atau hilang. Persoalan “lupa” pada tahapan ini
disebabkan oleh kesulitan atau kegagalan memunculkan kembali informasi yang
diperlukan. Ini berarti, jika informasi ditata dengan baik maka akan memudahkan
proses penelusuran dan pemunculan kembali informasi jika diperlukan.
Dikemukakan oleh Howard (1983) bahwa informasi disimpan didalam LTM dalam dalam
bentuk prototipe, yaitu suatu struktur representasi pengetahuan yang telah
dimiliki yang berfungsi sebagai kerangka untuk mengkaitkan pengetahuan
baru. Dengan ungkapan lain, Tennyson (1989) mengemukakan bahwa proses
penyimpanan informasi merupakan proses mengasimilasikan pengetahuan baru pada
pengetahuan yang dimiliki, yang selanjutnya berfungsi sebagai dasar pengetahuan
(Budiningsih, 2005: 84).
Menurut Ausubel (dalam Budiningsih, 2005:84) sejalan dengan teori
pemrosesan informasi, perolehan pengetahuan baru merupakan fungsi struktur
kognitif yang telah dimiliki individu. Reigeluth dan Stein juga mengatakan
bahwa pengetahuan ditata didalam struktur kognitif secara hirarkis. Ini
berarti, pengetahuan yang lebih umum dan abstrak yang diperoleh lebih dulu oleh
individu dapat mempermudah perolehan pengetahuan baru yang lebih rinci.
B.
Teori Belajar Menurut Beberapa Tokoh Aliran Sibernetik
1.
Teori Belajar Menurut Landa
Landa membedakan dua macam proses berfikir,
yaitu proses berfikir algoritmik dan proses berfikir heuristik.
a.
Proses berfikir algoritmik, yaitu proses berfikir yang sistematis, tahap
demi tahap, linier, konvergen, lurus menuju kesatu tujuan tertentu.
b.
Proses berfikir heuristik, yaitu cara berfikir devergen, menuju kebeberapa
target tujuan sekaligus (Budiningsih, 2005: 87).
Proses belajar akan berjalan dengan baik
jika materi pelajaran yang hendak dipelajari atau masalah yang hendak di
pecahkan diketahui ciri-cirinya. Materi pelajaran tertentu akan lebih tepat
disajikan dalam urutan yang teratur, linier, sekuensial, sedangkan materi
pelajaran lainnya akan lebih tepat bila disajikan dalam bentuk “terbuka” dan
memberi kebebasan kepada siswa untuk berimajenasi dan berfikir.
Misalnya, agar siswa mampu memahami suatu
rumus matematika, mungkin akan lebih efektif jika presentasi informasi tentang
rumus tersebut disajikan secara algoritmik. Alasannya, karena suatu rumus
matematika biasanya mengikuti aturan tahap demi tahap yang sudah teratur dan
mengarah ke satu target tertentu. Namun untuk memahami makna suatu konsep yang
lebih luas dan banyak mengandung intrepetasi, misalnya konsep keadilan atau
demokrasi, akan lebih baik jika proses berfikir siswa dibimbing kearah
yang “menyebar” atau berfikir heuristik, dengan harapan pemahaman mereka
terhadap konsep itu tidak tunggal, monoton, dogmatik, atau linier.
2.
Teori Belajar Menurut
Pask dan Scott
Pask dan scott juga termasuk penganut teori
sibernetik. Menurut mereka ada dua macam cara berfikir, yaitu cara berfikir
serialis dan cara berfikir wholist atau menyeluruh. Pendekatan
serialis yang dikemukakannya memiliki kesamaan dengan pendekatan algoritmik.
Namun apa yang dikatakan sebagai cara berfikir menyeluruh (wholist)
tidak sama dengan cara berfikir heuristik. Bedanya, cara berfikir menyeluruh
adalah berfikir yang cenderung melompat kedepan, langsung ke gambaran lengkap
sebuah sistem informasi. Ibarat melihat lukisan, bukan detail-detail yang
diamati lebih dahulu, melainkan seluruh lukisan itu sekaligus baru sesudah itu
ke bagian-bagian yang lebih detail. Sedangkan cara berfikir heuristik yang
dikemukakan oleh Landa adalah cara berfikir devergen mengarah kebeberapa aspek
sekaligus (Budiningsih, 2005: 88).
Siswa tipe wholist atau
menyeluruh biasanya dalam mempelajari sesuatu cenderung dilakukan dari tahap
yang paling umum kemudian bergerak ke yang lebih khusus atau detail. Sedangkan
siswa tipe serialist dalam mempelajari sesuatu cenderung
menggunakan cara berfikir secara algoritmik.
Teori sibernetik sebagai teori belajar
sering kali dikritik karena tidak secara langsung membahas tentang proses
belajar sehingga menyulitkan dalam penerapan. Ulasan teori ini cenderung ke
dunia psikologi dan informasi dengan mencoba melihat mekanisme kerja otak.
Karena pengetahuan dan pemahaman akan mekanisme ini sangat terbatas maka
terbatas pula kemampuan untuk menerapkan teori ini. Teori ini memandang
manusia sebagai pengolah infomasi, pemikir, dan pencipta. Berdasarkan pandangan
tersebut maka diasumsikan bahwa manusia merupakan mahluk yang mampu mengolah,
menyimpan, dan mengorganisasikan informasi.
Asumsi diatas direfleksikan dalam model
belajar dan pembelajaran yang menggambarkan proses mental dalam belajar yang
terstuktur membentuk suatu sistem kegiatan mental. Dari model ini dikembangkan
prinsip-prinsip belajar seperti:
a.
Proses mental dalam belajar terfokus pada pengetahuan yang bermakna.
b.
Proses mental tersebut mampu menyandi informasi secara bermakna.
c.
Proses mental bermuara pada pengorganisasian pengaktulisasian informasi.
C.
Aplikasi Teori Belajar
Sibernetik dalam Pembelajaran
Teori belajar pengolahan informasi termasuk
dalam lingkup teori kognitif yang mengemukakan bahwa belajar adalah proses
internal yang tidak dapat diamati secara langsung dan merupakan perubahan
kemampuan yang terikat pada situasi tertentu. Namun memori kerja manusia
mempunyai kapasitas yang terbatas, oleh karena itu untuk mengurangi muatan
memori kerja, perlu memperhatikan kapabilitas belajar, peristiwa pembelajaran,
dan pengorganisasian atau urutan pembelajaran. Belajar bukan sesuatu yang
bersifat alamiah, namun terjadi dengan kondisi-kondisi tertentu, yaitu kondisi
internal dan kondisi eksternal. Sehubungan hal tersebut, maka pengelolaan
pembelajaran dalam teori belajar sibernetik, menuntut pembelajaran untuk
diorganisir dengan baik yang memperhatikan kondisi internal dan kondisi
eksternal.
Kondisi internal peserta didik yang
mempengaruhi proses belajar melalui proses pengolahan informasi, dan yang
sangat penting untuk diperhatikan oleh seorang guru dalam mengelola
pembelajaran antara lain:
1.
Kemampuan awal peserta didik
Kemampuan awal peserta didik yaitu peserta
didik telah memiliki pengetahuan, atau keterampilan yang merupakan prasyarat
sebelum mengikuti pembelajaran. Dengan adanya kemampuan prasyarat ini peserta
didik diharapkan mampu mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Kemampuan
awal peserta didik dapat diukur melalui tes awal, interview, atau cara-cara
lain yang cukup sederhana seperti melontarkan pertanyaan-pertanyaan.
2.
Motivasi
Motivasi berperan sebagai tenaga pendorong
yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah tujuan tertentu. Dalam proses
belajar, motivasi intrinsik lebih menguntungkan karena dapat bertahan lebih lama.
Kebutuhan untuk berprestasi yang bersifat intrinsik cenderung relatif stabil,
mereka ini berorientasi pada tugas-tugas belajar yang memberikan tantangan.
Pendidik yang dapat mengetahui kebutuhan peserta didik untuk berprestasi dapat
memanipulasi motivasi dengan memberikan tugas-tugas yang sesuai untuk peserta
didik.
3.
Perhatian
Perhatian merupakan strategi kognitif untuk
menerima dan memilih stimulus yang relevan untuk diproses lebih lanjut diantara
sekian banyak stimulus yang datang dari luar. Perhatian dapat membuat peserta
didik mengarahkan diri ketugas yang diberikan, melihat masalah-masalah yang
akan diberikan, memilih dan memberikan fokus pada masalah yang akan
diselesaikan, dan mengabaikan hal-hal lain yang tidak relevan. Faktor-faktor
yang mempengaruhi perhatian seseorang adalah faktor internal yang mencakup:
minat, kelelahan, dan karakteristik pribadi. Sedangkan faktor eksternal
mencakup: intensitas stimulus, stimulus yang baru, keragaman stimulus, warna,
gerak dan penyajian stimulus secara berkala dan berulang-ulang.
4.
Persepsi
Persepsi merupakan proses yang bersifat
kompleks yang menyebabkan orang dapat menerima atau meringkas informasi yang
diperoleh dari lingkungannya. Persepsi sebagai tingkat awal struktur kognitif
seseorang. Untuk membentuk persepsi yang akurat mengenai stimulus yang diterima
serta mengembangkannya menjadi suatu kebiasaan perlu adanya latihan-latihan
dalam bentuk berbagai situasi. Persepsi seseorang menjadi lebih mantap dengan
meningkatnya pengalaman.
5.
Ingatan
Ingatan adalah suatu sistem aktif yang
menerima, menyimpan, dan mengeluarkan kembali yang telah diterima seseorang.
Ingatan sangat selektif, yang terdiri dari tiga tahap, yaitu ingatan sensorik,
ingatan jangka pendek, dan ingatan jangka panjang yang relatif permanen.
Penyimpanan informasi dalam jangka panjang dilakukan dalam berbagai bentuk,
yaitu melalui kejadian-kejadian khusus (episodic), gambaran (image),
atau yang berbentuk verbal bersifat abstrak. Daya ingat sangat menentukan hasil
belajar yang diperoleh peserta didik.
6.
Lupa
Lupa merupakan hilangnya informasi yang
telah disimpan dalam ingatan jangka panjang. Seseorang dapat melupakan
informasi yang telah diperoleh karena memang tidak ada informasi yang menarik
perhatian, kurang adanya pengulangan atau tidak ada pengelompokan informasi
yang diperoleh, mengalami kesulitan dalam mencari kembali informasi yang telah
disimpan, ingatan telah aus dimakan waktu atau rusak, ingatan tidak pernah
dipakai, materi tidak dipelajari sampai benar-benar dikuasai, adanya gangguan
dalam bentuk informasi lain yang menghambatnya untuk mengingat kembali.
7.
Retensi
Retensi adalah apa yang tertinggal dan
dapat diingat kembali setelah seseorang mempelajari sesuatu, jadi kebalikan
lupa. Apabila seseorang belajar, setelah beberapa waktu apa yang dipelajarinya
akan banyak dilupakan, dan apa yang diingatnya akan berkurang jumlahnya. Ada
tiga faktor yang mempengaruhi retensi, yaitu: materi yang dipelajari pada
permulaan (original learning), belajar melebihi penguasaan (over
learning), dan pengulangan dengan interval waktu (spaced review).
8.
Transfer
Transfer merupakan suatu proses yang telah
pernah dipelajari, dapat mempengaruhi proses dalam mempelajari materi yang
baru. Transfer belajar atau transfer latihan berarti aplikasi atau pemindahan
pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, sikap, atau respon-respon lain dari satu
situasi kesituasi lain.
Kondisi eksternal yang sangat berpangaruh
terhadap proses belajar dengan proses pengolahan informasi antara lain:
1.
Kondisi belajar
Kondisi belajar dapat menyebabkan adanya
modifikasi tingkah laku yang dapat dilihat sebagai akibat dari adanya proses
belajar. Cara yang ditempuh pendidik untuk mengelola pembelajaran sangat
bervariasi tergantung pada kondisi belajar yang diharapkan. Gagne (dalam
Budiningsih, 2008: 89) mengklasifikasikan ada lima macam hasil belajar, yakni:
(a) keterampilan intelektual, atau pengetahuan prosedural yang mencakup belajar
diskriminasi, konsep, prinsip, dan pemecahan masalah yang diperoleh melalui
materi yang disajikan dalam pembelajaran di kelas. (b) strategi kognitif,
kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses
internal masing-masing individu dalam memperhatikan belajar, mengingat, dan
berfikir. (c) informasi verbal, kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan
kata-kata dengan jalan mengatur informasi-informasi yang relevan. (d)
keterampilan motorik, kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan
gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot. (e) sikap, suatu kemampuan internal
yang mempengaruhi perilaku seseorang, dan didasari oleh emosi, kepercayaan,
serta faktor intelektual.
2.
Tujuan belajar
Tujuan belajar merupakan komponen sistem
pembelajaran yang sangat penting, sebab komponen-komponen lain dalam
pembelajaran harus bertolak dari tujuan belajar yang hendak dicapai dalam
proses belajarnya. Tujuan belajar yang dinyatakan secara spesifik dapat
mengarahkan proses belajar, dapat mengukur tingkat ketercapaian tujuan belajar,
dan dapat meningkatkan motivasi belajar.
3.
Pemberian umpan balik
Pemberian umpan balik merupakan suatu hal
yang sangat penting bagi peserta didik, karena memberikan informasi tentang
keberhasilan, kegagalan, dan tingkat kompetensinya.
Berdasarkan deskripsi proses pengolahan
informasi yang terjadi merupakan interaksi faktor internal dan eksternal dari
peserta didik, maka aplikasi pengelolaan kegiatan pembelajaran berbasis teori
sibernetik yang baik untuk dilakukan bagi pendidik agar dapat memperlancar
proses belajar peserta didik adalah sebagai berikut:
1.
Menarik perhatian.
2.
Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa.
3.
Merangsang ingatan pada prasyarat belajar.
4.
Menyajikan bahan perangsang.
5.
Memberikan bimbingan belajar.
6.
Mendorong unjuk kerja.
7.
Memberikan balikan informatif.
8.
Menilai unjuk kerja.
9.
Meningkatkan retensi dan alih belajar (Budiningsih, 2008: 90).
Menurut Suciati dan Irawan (dalam
Budiningsih, 2008: 92) aplikasi teori belajar sibernetik dalam kegiatan
pembelajaran baik diterapkan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
2.
Menentukan materi pembelajaran.
3.
Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi pelajaran.
4.
Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi tersebut.
5.
Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem
informasinya.
6.
Menyajikan materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang sesuai
dengan urutan materi pelajaran.
D.
Kelebihan dan Kelemahan
Teori Belajar Sibernetik
Kelebihan strategi pembelajaran yang berpijak pada
teori pemrosesan informasi adalah:
1.
Cara berfikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol.
2.
Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis.
3.
Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap.
4.
Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin
dicapai.
5.
Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya.
6.
Kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai dengan irama masing-masing
individu.
7.
Balikan informatif memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat unjuk
kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang diharapkan.
Sedangkan kelemahan dari teori ssibernetik
adalah terlalu menekankan pada sistem informasi yang dipelajari, dan kurang
memperhatikan bagaimana proses belajar.
E.
Model Pembelajaran yang
Sesuai dengan Aliran Sibernetik
Menurut teori sibernetik dikatakan proses
belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari.
Hal ini diasumsikan bahwa tidak ada satu
proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk
semua siswa. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sisitem informasi.
Maka dari itu pemilihan model sebagai
sarana pengolahan informasi harus melihat karakteristik siswa yang dihadapi.
Contoh : Materi segiempat (SMP kelas VIII)
diajarkan menggunakan model Jigsaw jika karakter peserta didik bisa bekerja
secara mandiri, namun lebih baik menggunakan STAD jika siswanya belum bisa
bekerja secara mandiri.
Model pembelajaran yang sesuai dengan
aliran sibernetik, antara lain:
1.
Model pembelajaran kooperatif (cooperative learning)
Dalam pembelajaran kooperatif, guru memberikan
stimulus berupa kuis atau pertanyaan-pertanyaan sebagai tes kemampuan prasyarat
siswa, sehingga siswa aktif berfikir. Dan belajar menurut sibernetik adalah
pengolahan informasi oleh siswa. Pengolahan informasi ini terjadi karena adanya
stimulus dari guru yang berupa informasi.
2.
Model pembelajaran open ended
Tujuan dari pembelajaran open-ended menurut
Nohda (dalam Suherman, 2003: 124) ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan
kreatif dan pola pikir matematis siswa melalui problem solving secara simultan.
Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir matematis siswa harus
dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap siswa. Hal yang
harus digarisbawahi adalah perlunya memberi kesempatan siswa untuk berfikir
dengan bebas sesuai dengan minat dan kemampuannya. Aktivitas kelas yang penuh
dengan ide-ide matematika ini pada gilirannya akan memacu kemampuan berfikir
tingkat tinggi siswa.
Ini sejalan dengan hakekat manajemen
pembelajaran berdasarkan teori belajar sibernetik adalah usaha guru untuk
membantu siswa mencapai tujuan belajarnya secara efektif dengan cara
memfungsikan unsur-unsur kognisi siswa, terutama unsur pikiran untuk memahami
stimulus dari luar melalui proses pengolahan informasi.
F. Perbandingan Aliran Sibernetik,
Behavioristik, Kognitif, dan Humanistik
Tabel berikut menyajikan
secara singkat hubungan antara teori belajar dan
penerapannya dalam praktik pembelajaran.
Teori
Belajar
|
Karakteristik
teori
|
Langkah
penerapan dalam pembelajaran
|
||
Teori Belajar
Behaviorisme
/ tingkah laku (1950-1960)
|
Belajar adalah perubahan
tingkah laku.
Seseorang dianggap telah
belajar sesuatu bila ia mampu
menunjukkan perubahan
tingkah laku.
Pada teori ini,
yang terpenting adalah masukan/input yang
berupa stimulus dan
keluaran/output yang berupa
respons.
Sedangkan apa yang terjadi
diantara stimulus dan respons
itu dianggap tak penting
diperhatikan sebab tidak bisa
diamati.
Yang bisa diamati hanyalah
stimulus dan respons
|
Menentukan
tujuan-tujuan instruksional
Menganalisis
lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk mengidentifikasikan "entry
behavior" mahasiswa (pengetahuan awal mahasiswa)
Menentukan
materi pelajaran (pokok bahasan, topik dan sebagainya)
Memecah materi
pelajaran menjadi bagian
kecil-kecil (sub pokok bahasan, sub topik,
dan sebagainya)
Menyajikan
materi pelajaran
Memberikan
stimulus yang mungkin berupa :
o pertanyaan (lisan atau tertulis)
o tes
o latihan
o tugas-tugas.
Mengamati dan
mengkaji respon yang
diberikan.
Memberikan
penguatan/reinforcement
(mungkin penguatan positif ataupun
penguatan negatif)
Memberikan
stimulus baru
Mengamati dan
mengkaji respon yang
diberikan (mengevaluasi hasil belajar)
Memberikan
penguatan
dan seterusnya.
|
||
Teori belajar
kognitivisme
|
Belajar
adalah
perubahan persepsi dan
pemahaman.
Perubahan persepsi
dan
pemahaman tidak selalu
berbentuk perubahan
tingkah laku yang bisa
diamati.
Setiap orang telah
mempunyai pengalaman
dan pengetahuan di
dalam dirinya
|
|||
Tokohnya :
a) Teori
perkembangan
Piaget
|
Hanya dengan mengaktifkan mahasiswa, maka proses asimilasi /akomodasi
pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
|
Menentukan
tujuan-tujuan
Memilih materi
pelajaran
Menentukan
topik-topik instruksional yang mungkin dipelajari secara aktif oleh mahasiswa
(dengan bimbingan minimum dari dosen)
Menentukan dan
merancang kegiatan belajar yang cocok untuk topik-topik yang akan dipelajari
mahasiswa. (Kegiatan belajar ini biasanya berbentuk eksperimentasi, problem
solving, roleplay, dan sebaianya).
Mempersiapakan
berbagai pertanyaan yang dapat memacu kreatifitas mahasiswa untuk berdiskusi
atau bertanya).
Mengevaluasi
proses dan hasil belajar.
|
||
(b) Teori
Kognitif Bruner
|
Teori ini sangat membebaskan mahasiswa untuk belajar sendiri.
Karena itu teori Bruner sangat cenderung discovery
|
Menentukan
tujuan-tujuan instruksional
Memilih materi
pelajaran
Menentukan
topik-topik yang bisa dipelajari oleh mahasiswa
Mencari
contoh-contoph, tugas. Ilustrasi dsbnya yang dapat digunakan mahasiswa untuk
belajar
Mengatur
topik-topik pelajaran sedemikia rupa sehingga urutan
topik itu bergerak dari yang paling konkrit ke yang
abstrak, dari yang sederhana ke yang kompleks.
Mengevaluasi
proses dan hasil belajar.
|
||
c) Teori
Bermakna
Ausubel
|
Dalam aplikasinya menuntut mahasiswa belajar secara deduktif
(dari umum ke khusus) dan lebih mementingkan aspek struktur kognitif
mahasiswa.
|
Menentukan
tujuan-tujuan instruksional
Mengukur
kesiapan mahasiswa (minat, kemampuan, stuktur kognitif), baik melalui tes
awal, interview, review, pertanyaan dan lain lain.
Memilih materi
pelajaran dan mengaturnya dalam bentuk penyajian konsep-konsep kunci
Mengidentifikasinkan
prinsip-prinsip yang harus dikuasai mahasiswa dari materi tersebut
Menyajikan
suatu pandangan secara menyeluruh tentang apa yang harus dipelajari
Membuat dan
menggunakan "advanced organizer" paling tidak dengan cara membuat
rangkuman terhadap materi yang baru saja diberikan, dilengkapi dengan uraian
singkat yang menunjukkan relevansi (kerterkaitan) materi yang sudah diberikan
dengan materi baru yang akan diberikan
Mengajar
mahasiswa medmahami konsep- konsep dan prionsip-prinsip yang sudah
ditentukan, dengan memberi fokus pada hubungan yang terjalin antara
konsep-konsep yang ada
Mengevaluasi
proses dan hasil belajar.
|
||
Teori Belajar
Humanistik
Belajar adalah untuk
memanusiakan manusia
.
|
Proses belajar dianggap
berhasil jika si belajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.
Si belajar dalam proses
belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri
dengan sebaik-baiknya.
|
Menentukan
tujuan-tujuan pembelajaran
Menentukan materi
pelajaran
Mengidentifikasikan
topik-topik yang memungkinkan mahasiswa mempelajarai secara aktif
("mengalamai")
Mendesain wahana
(lingkungan, media, fasilitas, dsb) yang akan digunakan mahasiswa untuk
belajar
Membimbing mahasiswa
memahami hakikat makna dari pengalaman belajar mereka
Membimbing mahasiswa
membuat konseptualisasi pengalaman tersebut
Membimbing mahasiswa
sampai mereka mampu mengaplikasikan konsep-konsep baru ke situasi yang baru
Mengevaluasi proses
dan hasil belajar mahasiswa
|
||
Teori Belajar
Sibernetik
|
Menurut teori ini yang
terpenting adalah "sistem informasi" dari apa yang akan
dipelajari siswa.
Sedangkan bagaimana proses
belajar yang akan berlangsung , akan sangat ditentukan oleh sistem informasi
ini.
Teori ini berasumsi, bahwa
tidak ada satu pun jenis cara belajar yang ideal untuk segala situasi. Sebab
cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi
|
Menentukan
tujuan-tujuan pembelajaran
Menentukan
materi pelajaran
Mengkaji sistem
informasi yang terkandung dalam materi tersebut
Menentukan
pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi, apakah algoritmik
(menuntut mahasiswa untuk berpikur secara sistematis, tahap demi tahap,
linier, lurus menuju suatu target tertentu) ataukah heuristik
(menuntut mahasiswa berpikir secara divergen, menyebar ke beberapa target
sekaligus)
Menyusun materi
pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem informasinya
Menyajikan
materi dan membimbing mahasiswa belajar dengan pola yang sesuai dengan urutan
materi pelajaran.
Mengevaluasi
proses dan hasil belajar mahasiswa
|
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Menurut teori sibernetik, belajar adalah
pengolahan informasi.
2. Asumsi lain dari teori sibernetik adalah
bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan
yang cocok untuk semua siswa.
3. teori tentang komponen struktural dan
pengatur alur pemrosesan informasi (proses kontrol) antara lain:
a. Sensory Receptor (SR)
b. Working Memory (WM)
c. Long Term Memory (LTM)
4. Teori Belajar Menurut Landa
Ada dua
macam proses berfikir yaitu proses berfikir algoritmik dan proses berfikir
heuristik.
5. Teori Belajar Menurut Pask dan Scott
Ada dua macam
cara berfikir, yaitu cara berfikir serialis dan cara berfikir wholist atau
menyeluruh.
6. Kelebihan strategi pembelajaran yang
berpijak pada teori pemrosesan informasi adalah cara berfikir yang berorientasi
pada proses lebih menonjol.
7. Kelemahan dari teori ssibernetik adalah
terlalu menekankan pada sistem informasi yang dipelajari, dan kurang
memperhatikan bagaimana proses belajar.
B. Saran
Situasi stimulus yang hendak direspon oleh siswa harus disampaikan sedekat
mungkin waktunya dengan respon yang diinginkan atau keterdekatan. Situasi
stimulus dan responnya perlu diulang-ulang atau dipraktekkan agar belajar dapat
diperbaiki dan meningkatkan retensi belajar atau pengulangan.
DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih, Asri.
2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta
2008. Belajar
dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta
Suherman, Erman, dkk.
2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia
Arqam, Mhd Lailan.
2010. Pengembangan Multimedia Pembelajaran pada Mata Pelajaran
Kemuhammadiyahan bagi Siswa Kelas I Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta.http://digilib.uns.ac.id/upload/dokumen/164693008201010201.pdf , diakses pada 14
oktober 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar