1. Pengertian Proses Belajar
Secara etimologis,
belajar berasal dari suku kata ajar yang berarti didik, atik, latih yang
kemudian mendapat awal be = belajar yang berarti kegiatan atau proses latihan,
mendapatkan pengetahuan. Secara terminologis para ahli pedagogis mengemukakan
pengertian belajar sebagai usaha untuk mendapatkan ilmu melalui membaca,
berlatih dan lain-lain (Muhaemin, 1991: 14).
Arthur S. Reber dalam
kamusnya Dictionary of Psychology, sebagaimana dikutip oleh Muhibbin
Syah, berpendapat bahwa belajar adalah proses memperoleh pengetahuan dan
perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang
dilakukan berulang-ulang (Muhibbin Syah, 2000: 91. Hilgard dan Bower dalam
bukunya Thoery of Learning mengemukakan bahwa belajar berhubungan dengan
perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh
pengalaman yang berulang-ulang. Morgan dalam bukunya Introduction to
Psychology juga mengatakan bahwa belajar adalah perbuatan yang relatif
menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai hasil dari pendidikan (M.
Ngalim Purwanto, 1998: 83).
Kata pendidikan
berasal dari kata dasar didik yang mendapat awalan pe dan akhiran an = pendidikan
yang berarti perbuatan, cara, proses mendidik. Kata ini dalam bahasa Inggris
dikenal dengan istilah education yang berasal dari bahas Latin educare,
educatie yang berarti proses menghasilkan dan mengembangkan yang mengacu
pada yang bersifat fisik (Poerwadarminta, 1991: 250).
Dalam terminologi
Islam, pendidikan dikenal dengan istilah al-tarbiyah, al-ta’lim, al-tahdib,
al-riyadhah juga al-tahdzib. Kata al-tarbiyah yang merupakan
bentuk mashdar dari kata rabba-yurabbi-tarbiyatan sedikitnya mengandung
arti pendidikan, pengajaran, asuhan, perintah, pemeliharaan dan
peningkatan.
Berdasarkan makna
tersebut di atas maka kata al-tarbiyah dalam konsep pendidikan Islam
tidak hanya mengacu pada makna pendidikan secara kognitif, akan tetapi juga
mencakup makna pendidikan yang bersifat afektif dan psikomotorik. Seperti
firman Allah dalam surat Bani Israil ayat: 24.
Artinya : rendahkanlah
sayap kehinaanmu kepada kedua orang tua karena kasih saying, dan katakanlah ya
Tuhanku kasihanilah mereka sebagaimana mereka berdua telah mengasuhku ketika
aku masih kecil. (QS. Bani Israil ayat:24)
Kata al-ta’lim
menurut Ahmad D. Maribba adalah proses bimbingan jasmani dan rohani untuk
membentuk pribadi muslim yang memiliki nilai-nilai Agama Islam yang mana setiap
keputusan, perbuatan dan tanggungjawabnya sesuai dengan ajaran Islam (Ahmad D.
Maribba, 1974: 20).
Syeikh Muhammad
Naquib al-Attas berpendapat bahwa kata al-Ta’lim mempunyai arti sempit
hanya berarti proses transfer ilmu tanpa adanya pengenalan yang lebih mendalam
pada perubahan tingkah laku atau akhlak (Syed Muhammad Naquib al-Attas, 1984:
4).
Lain halnya dengan
al-Ghazali, beliau lebih suka menggunakan istilah al-Riyadhah untuk
memberikan arti pada pengertian pendidikan dan pelatihan karena makna yang
terkandung dalam al-Riyadhah juga berarti mendidik jiwa dengan akhlak mulia
(Husein Bahreisi, 1981: 74).
Sedangkan istilah al-Ta’dib,
sebagaimana dikemukakan oleh Naquib al-Attas, lebih menunjukkan pada suatu
proses pendidikan yang lebih tertuju pada pembinaan dan penyempurnaan akhlak
(Syed Muhammad Naquib al-Attas, 1999: 66) sehingga kata al-ta’dib selain
menunjukkan pada esensi pendidikan juga mencakup tujuan pendidikan dalam rangka
meningkat kualitas presatsi belajar.
Prestasi belajar
adalah penguasaan pengetahuan yang diperoleh seorang siswa dari kegiatan
belajar di sekolah yang bersifat kognitif, apektif dan psikomotorik dan
biasanya ditentukan oleh pengukuran dan penilaian. Dengan kata lain, prestasi
belajar merupakan hasil penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang
dikembangkan dari suatu mata pelajaran yang biasanya ditunjukkan dengan nilai
tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru kepada siswa.
Kunci pokok untuk
memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa adalah mengetahui indikator
adanya prestasi tertentu yang dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan
atau diukur. Untuk itu, dalam menetapkan batas minimum keberhasilan belajar
siswa selalu diungkapkan dengan skala angka dari 0 – 10, skala angka dari 0 –
100 atau menggunakan simbol huruf A, B, C, D atau E. Simbol huruf-huruf ini
dipandang sebagai terjemahan dari simbol angka-angka seperti A (sangat baik), B
(baik), C (cukup), D (kurang), E (gagal) (Muhibbin Syah, 2002: 153). Batas
minimal dan maksimal tersebut juga berlaku bagi semua materi pelajaran termasuk
di dalamnya adalah Pendidikan Agama Islam.
Secara terminologis, pengertian
Pendidikan Agama Islam, sebagaimana
dikemukakan oleh Ahmad D. Maribba, adalah proses bimbingan jasmani dan rohani
untuk membentuk pribadi muslim yang memiliki nilai-nilai Agama Islam yang mana
setiap keputusan, perbuatan dan tanggungjawabnya sesuai dengan nilai-nilai
ajaran Islam (Ahmad D. Maribba, 1974: 20). Sedangkan Direktorat Pembinaan
Pendidikan Agama Islam mendefinisikan Pendidikan Agama Islam sebagai usaha
bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya dapat memahami,
menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sehingga mendapatkan kebahagiaan serta
keselamatan di dunia dan akhirat (Zakiyah Daradjat, 2000: 86).
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Proses Belajar
Secara umum
factor-faktor yag mempengaruhi proses hasil belajar dibedakan atas dua
kategori, yaitu factor internal dan factor eksternal. kedua factor tersebut
saling memengaruhi dalam proses individu sehingga menentukan kualitas hasil
belajar.
Factor
internal
adalah factor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat
memengaruhi hasil belajar individu. Factor-faktor internal ini meliputi factor
fisiologis dan factor psikologiss.
a.
Factor fisiologis
Factor-faktor
fisiologis adalah factor-factor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu.
Factor-factor ini dibedakan menjadi dua macam.
Pertama, keadaan
tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas
belajar seseorang. kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh
positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang
lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh
karena itu keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi proses belajar , maka perlu
ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.
Cara untuk menjaga kesehatan jasmani
antara lain adalah :
1)
menjaga pola makan yang sehat dengan
memerhatikan nutrisi yang masuk kedalam tubuh, karena kekurangan gizi
atau nutrisi akan mengakibatkan tubuh cepat lelah, lesu, dan mengantuk,
sehingga tidak ada gairah untuk belajar,
2)
rajin berolah raga agar tubuh selalu bugar
dan sehat;
3)
istirahat yang cukup dan sehat.
Kedua, keadaan
fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi
fisiologis pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama panca
indra. Panca indra yang berfunsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar
dengan baik pula . dalam proses belajar , merupakan pintu masuk bagi
segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia. Sehinga manusia
dapat menangkap dunia luar. Panca indra yang memiliki peran besar dalam
aktivitas belajar adalah mata dan telinga. Oleh lkarena itu, baik guru maupun
siswwa perlu menjaga panca indra dengan baik, baik secara preventif maupun
secara yang bersifat kuratif. Dengan menyediakan sarana belajar yang memenuhi
persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata dan telinga secara periodic,
mengonsumsi makanan yang bergizi , dan lain sebagainya.
b.
Factor psikologis
Factor-faktor
psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi proses
belajar. Beberapa factor psikologis yang utama memngaruhi proses belajar adalah
kecerdasan siswa, motifasi, minat, sikap dan bakat.
1)
Kecerdasan /intelegensia siswa
Pada
umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemempuan psiko-fisik dalam mereaksikan
rangsaganan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat.
Dengan dmikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja,
tetapi juga organ-organ tubuh lainnya. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan,
tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena
fungsi otak itu sebagai organ pengendali tertinggi (executive control) dari
hamper seluruh aktivitas manusia.
Kecerdasan
merupakan factor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa,
karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi iteligensi seorang
individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar.
Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensi individu, semakin sulit individu
itu mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari
orang lain, seperti guru, orang tua, dan lain sebagainya. Sebagai factor psijkologis
yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman
tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru professional, sehingga
mereka dapat memahami tingakat kecerdasannya.
2)
Motivasi
Motivasi
adalah salah satu factor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa.
Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli
psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang
aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin,
1994). Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan
keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang.
Dari
sudut sumbernya motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsic dan
motivasi ekstrinsik. Motaivasi intrinsic adalah semua factor yang berasal dari
dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti
seorang siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk
membaca, karena membaca tidak hanya menjadi aktifitas kesenangannya, tapi bisa
jadi juga telah mejadi kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsic
memiliki pengaruh yang efektif, karena motivasi intrinsic relaatif lebih lama
dan tidak tergantung pada motivasi dari luar(ekstrinsik).
3)
Minat
Secara
sederhana,minaat (interest) nerrti kecemnderungan dan kegairahan yang tinggi
atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003) minat
bukanlah istilah yang popular dalam psikologi disebabkan ketergantungannya
terhadap berbagai factor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian,
keingintahuan, moativasi, dan kebutuhan.
Namun
lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi,
karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak bersemangat
atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas,
seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar
tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapainya atau dipelajaranya.
Untuk
membagkitkan minat belajar tersebut, banyak cara yang bisa digunakan. Anatara
lain, pertama, dengan mebuat materi yang akan dipelajarai semenarik mingkin dan
tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desai pembelajaran yang
membebaskan siswa mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain
belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif,
maupun performansi guru yang menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan
atau bidang studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau
bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.
4)
Sikap
Dalam
proses belajar, sikap individu dapat memengaruhi keberhasilan proses
belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dangan cara yang relative tetap terhadap
obyek, orang, peristiwa dan sebaginya, baik secara positif maupun negative
(Syah, 2003).
Sikap
siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang
pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi
munculnya sikap yang negative dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk
menjadi guru yang professional dan bertanggungjawab terhadap profesi yang
dipilihnya. Dengan profesionalitas,seorang guru akan berusaha memberikan yang
terbaik bagi siswanya; berusaha mengambangkan kepribadian sebagai seorang guru
yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya; berusaha untuk menyajikan
pelajaranyang diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat
mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan; meyakinkansiswa bahwa
bidang studi yang dipelajara bermanfaat bagi ddiri siswa.
5)
Bakat
Faktor
psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum,
bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang
untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan dating (Syah, 2003). Berkaitan
dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang
dimilki seorang siswa untauk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan
seseorang menjadi salah satukomponen yang diperlukan dalam proses belajar
seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang
dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga
kemungkinan besar ia akan berhasil.
Pada
dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi
belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga
diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa
tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah mempunyai bakat
tertentu, akan lebih mudah menyerap informasiyang berhungan dengan bakat yang
dimilkinya. Misalnya, siswa yang berbakat dibidang bahasa akan lebih mudah
mempelajari bahasa-bahasa yang lain selain bahasanya sendiri.
Karena
belajar jug dipengaruhi oleh potensi yang dimilki setiap individu,maka para
pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimilki
oleh anaknya atau peserta didiknya, anatara lain dengan mendukung,ikut
mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai
dengan bakatnya.
3. Komponen-Komponen Proses Belajar
Sebuah proses pembelajaran tidak akan menjadi out put yang baik dan
diharapkan kalaw tidak ada komponen-komponen yang mendukung kearah itu.
Komponen-komponen proses belajar itu diantaranya adalah pertama Materi,
ataw dalam arti yang lebih luas bisa diartikan sebagai kurikulum.
Dalam
pengalaman sehari-hari, sering didengarkan istilah fungsi. Fungsi membawa
akibat pada adanya hasil. Jika sesuatu itu berfungsi maka berakibat pada adanya
hasil. Demikian juga sebaliknya, jika sesuatu itu tidak berfungsi akan berakibat
pada tidak tercapainya hasil yang diharapkan (tujuan).
Atas
dasar tersebut, dapat dikatakan bahwa fungsi kurikulum berkaitan dengan
komponen-komponen yang ada dan mengarah pada tujuan-tujuan pendidikan Menurut
Dakir (2004:13) beberapa komponen dalam kurikulum yang harus menunjukkan arah
pada pencapaian tujuan pendidikan adalah: (1) perencanaan yang telah disusun,
(2) komponen materi yang telah direncanakan, (3) metode/cara yang telah
dipilih, dan (4) penyelenggara pendidikan dalam fungsinya melaksanakan tugas
sesuai dengan tujuan pendidikan. Secara
ringkas, Ladjid (2005:3) mengemukakan tiga fungsi kurikulum, dengan berfokus
pada tiga aspek:
a.
Fungsi kurikulum bagi sekolah yang bersangkutan tersebut,
sebagai alat untuk mencapai seperangkat tujuan pendidikan yang diinginkan dan
sebagai pedoman dalam mengatur kegiatan sehari-hari.
b.
Fungsi kurikulum bagi tataran tingkat sekolah, yaitu sebagai
pemeliharaan proses pendidikan dan penyiapan tenaga kerja.
c.
Fungsi bagi konsumen, yaitu sebagai keikutsertaan dalam memperlancar
pelaksanaan program pendidikan dan kritik yang membangun dalam penyempurnaan
program yang serasi.
Selain itu,
beberapa fungsi lain dari kurikulum tidak hanya menyangkut mereka yang berada
di dalam lingkungan sekolah saja, tetapi fungsi-fungsi kurikulum juga
menyangkut berbagai pihak di luar lingkungan sekolah, seperti para penulis buku
ajar dan bahkan para masyarakat (stakeholder). Bahkan sekarang ini, penyusunan
kurikulum justru melibatkan berbagai lapisan (stakeholder) yang memang secara
langsugn atau tidak langsung akan turut mempengaruhi atau dipengaruhi oleh
keberlakukan sebuah kurikulum.
Kedua guru, guru sebagai selain
pendidik juga memiliki tugas menyampaikan materi kepada siswa. Dapat
dikatakan bahwa materi pembelajaran bagi seorang guru
diibaratkan sebagai kompas, yakni materi pembelajaran adalah
pedoman bagi guru dalam usaha kegiatan belajar mengajar. Seperti diketahui
bahwa setiap proses pembelajaran memiliki target capaian berupa tujuan. Dengan
kata lain, tujuan pendidikan dan pengajaran telah harus diketahui oleh guru
sebelum mengajar. Oleh karena itu sebelum mengajar, guru sudah harus
mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan, termasuk strategi yang tepat dari
mata pelajaran yang akan disajikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Abdurrahman
(1994:93) mengemukakan, ”untuk mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang
telah ditetapkan, diperlukan adanya strategi belajar mengajar yang tepat.”
Untuk itu harus dilakukan telaah, perkiraan dan perencanaan yang baik, dengan
kata lain, pendidikan dan pengajaran harus dikelola dan direncanakan dengan
baik.
Namun bagi
guru baru, diingatkan oleh Dakir (2004) bahwa sebelum mengajar pertama-tama
yang perlu dipertanyakan adalah kurikulumnya. Setelah itu barulah Garis-garis
Besar Program Pengajaran (GBPP) dan selanjutnya guru mencari berbagai sumber
yang terkait dengan mata pelajaran yang diajarkannya.
Secara
keseluruhan, kurukulum dibutuhkan oleh guru sebagai pedoman, baik sebelum
melakukan kegiatan pembelajaran ataupun pada saat proses belajar mengajar, dan
bahkan sesudah proses pembelajaran tersebut berlangsung.
Nurdin dan
Usman (2002) mengemukakan bahwa salah satu tahapan mengajar yang harus dilalui
oleh guru profesional adalah menyusun
perencanaan pengajaran atau dengan kata lain disebut dengan mendesain program
pengajaran. Setyiap guru dituntut untuk mampu menyusun rencana pembelajaran
yang akan lakukan di kelas. Secara detail guru seharusnya telah memiliki
tahapan yang jelas tentang kegiatan yang akan dilakukannya sepanjang dia berada
di kelas. Hal ini tidak hanya membantu guru di dalam mengajar, tetapi juga akan
membantu guru dalam mengelola kelas secara efektif dan efisien.
Dalam implementasi kurikulum atau pelaksanaan pengajaran, mendesain
program pengajaran, melaksanakan proses belajar mengajar dan menilai hasil
belajar siswa merupakan rangkaian kegiatan yang saling berurutan dan tak
terpisah satu sama lainnya (terpadu).
Yang ketiga siswa, dalam hal ini siswa merupakan objek atau
target dalam sebuah proses belajar mengajar. Dengan demikian siswa adalah
audien yang akan menerima ilmu pengetahuan (materi ajar) yang disampaikan oleh
guru.
Sampai tidaknya sebuah proses trasfer ilmu kepada otak siswa adalah
bergantung pada baik tidaknya sipenyampai materi dalam hal ini adalah guru
membuat sekenario pembelajaran. Persiapan yang matang tentu hasilnya pun akan
dirasakan siswa atau sampai materi tersebut kepada siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar